Puisi Klasik Dinasti Tang

Standard

Berikut ini beberapa terjemahan puisi klasik dari sastrawan besar di masa Dinasti Tang (618-907) seperti Chen Zi’ang (656-702) , Wang Wei (699-759) , Li Bai (712-770) , Meng Jiao (751 -814) dan Liu Zongyuan (773-819)

TINGGAL DI TEPI SUNGAI KECIL
Liu Zongyuan (773-819 , Tang)

Sejak lama aku terbelenggu jabatan kini bersyukur dibuang ke selatan, negeri luas dan liar. Waktu senggang aku ikut para petani hidup bertetangga dengan mereka kadang mirip petapa dari hutan dan gunung yang sedang bertamu

Pagi hari menggarap tanah mata bajak menggali rumput bertetesan embun malam hari berlayar dayung perahu membentur batu kali di dasar sungai. Hilir mudik kesana kemari sesuka hati namun takkan berjumpa pejalan kaki, lepas suara bernyanyi muka tengadah ke langit negeri Chu yang luas ya langit maha biru sejauh mata memandang.
RINDU DI MUSIM SEMI
Li Bai (712-770 , Tang)

Oh, rumput musim semi tanah Yan baru hijau tua seperti sutera, sementara pohon murbeiku di tanah Qin terlebih dulu merunduk berat tangkai lunaknya hijau muda ketika hari-hari engkau rindu kembali ke rumah hari-hariku jua rindu dendam padamu

Oh, engkau angin musim semi yang mengusik, engkau dan aku tak saling kenal, mengapa tanpa sebab musabab menyelinap memasuki tirai dan kelambuku?
NYANYIAN PENGELANA
Meng Jiao (751 -814 , Tang)

Jarum dan benang di tangan ibunda, sedang menjahit baju anaknya yang akan pergi jauh ketika menjelang si anak berangkat jahitannya dirapatkan dan dikuatkan dalam hatinya ia was-was anaknya tak cepat kembali.

Oh, siapa bilang secuil warna hijau dari rumput kecil bisa membalas budi cahaya matahari di sepanjang musim semi?

NYANYAIN MENDAKI
POS YOU ZHOU TAI
(Chen Zi’ang , circa 656 – 702 , Tang)

Sebelum tuan, wahai raja Yan Zhao Wang belum pernah menyaksikan orang zaman dulu membangun panggung emas merekrut cendekiawan berbudi luhur dan cakap Setelah tuan tak pernah lagi melihat raja yang setara dengan tuan.

Oh,mengingat betapa luasnya dunia ini maha luas, tiada batas akhir,aku sendiri haru sedih menyeka air mata.
SENJA HARI MUSIM GUGUR DI DESA
Wang Wei (699-759 , Tang)

Di lembah luas membentang sesaat setelah terguyur hujan udara sejuk segar terasa akhir musim gugur ‘kan tiba senja nanti rembulan menyinari hutan pohon pinus oh, air kali jernih gemericik mengalir di antara bebatuan.

Di tengah rumpun bambu, terdengar risik suara perempuan-perempuan yang pulang sehabis mencuci pakaian daun teratai bergoyang muncul perahu-perahu kecil penangkap ikan

Oh, walau musim semi yang merbak telah berlalu namun pemandangan di gunung masih juga menambatku untuk tinggal di sini.

KETIKA KEMBALI
KE GUNUNG SONG SAN
Wang Wei (699-759 , Tang)

Kedua tepi sungai bening terbayang hamparan rumput digenangi air kereta yang kutumpangi melaju dengan tenang, santai dan nyaman oh, aliran air, seakan membersitkan rasa cinta yang dalam burung-burung senja berbondong-bondong, satu per satu pulang ke sarang

Benteng tandus dan sunyi tepat di depan dermaga purba sisa cahaya mentari senja penuh sinari gugusan gunung di musim gugur,perjalanan panjang tak kunjung henti akhirnya aku kembali ke kaki gunung Song San, sekali kembali takkan kuterima tamu sering pula kututp pintu ini.

Diterjemahkan oleh Wilson Tjandinegara

Budaya-Tionghoa.Net | Mailing List Budaya Tionghoa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *